Masa depan industri keuangan perbankan di era digital ekonomi
Disusun oleh : Poppy amarita wardatul jannah
Artikel tentang keuangan: Masa depan industri keuangan perbankan di era digital ekonomi
Digital economy merupakan suatu perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang menggunakan teknologi digital atau internet sebagai medianya dalam berbagi kegiatan baik berkomunikasi, kolaborasi, maupun bekerjasama antar perusahaan ataupun individu yang dapat mendatangkan profit dalam perekonomian.Kegiatan tersebut dapat meliputi berbagai area yang luas, termasuk untuk jasa bisnis perbankan. Dengan keberadaan digital ekonomi akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing produk dan jasa, baik di level mikro maupun makro.
Pertumbuhan era ekonomi digital bisa dibilang sangat cepat. Semua transaksi akan menggunakan basis teknologi, dan semakin banyaknya variasi model bisnis ekonomi digital yang berkembang untuk mendorong terciptanya pembagian ekonomi diantara pelaku bisnis. Perbankan pun bergerak maju dan berkolaborasi untuk meningkatkan sistem dan strategi agar masyarakat dapat membuktikan serta merasakan bahwa bertransaksi dengan bantuan teknologi itu mudah.Sehingga persaingan antar bank dan institusi keuangan sudah memasuki babak baru dalam teknologi aplikasi yang merupakan Implikasi perkembangan bisnis perbankan terhadap era digital economy.
Teknologi aplikasi dalam perbankan dinamakan dengan digital banking yang merupakan layanan perbankan dengan memanfaatkan teknologi digital untuk memenuhi kebutuhan nasabah demi mewujudkan ekonomi digital seperti yang dicita-citakan.Digital banking yang telah berkembang sampai saat ini yaitu seperti ATM, internet banking, mobile banking, video banking, phone banking, dan SMS banking.Beberapa bank juga telah meluncurkan layanan keuangan tanpa kantor (branchless banking) sesuai dengan kebijakan OJK yang utamanya ditujukan untuk masyarakat yang belum memiliki akses ke perbankan.
Namun, sampai saat ini di Indonesia masih ada berbagai hambatan yang membuat perkembangan digital ekonomi terhambat, diantaranya kurangnya infrastruktur jaringan yang kurang luas sehingga belum dapat diakses semua orang. Hambatan kedua ialah kurangnya minat masyarakat Indonesia yang melakukan kegiatan ekonomi digita. Baru sekitar 35 % masyarakat Indonesia yang melakukan transaksi digital keuangan. Ketiga, kontribusi bisnis di sektor digital masih minim terdahap Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk mengatasi hal tersebut ada 5 langkah yang bisa di tempuh untuk mengembangkan digital ekonomi Indonesia. Pertama, pengalaman konsumen, yakni perusahaan-perusahaan digital harus memberikan kesan terbaik kepada konsumen dalam menggunakan jasanya.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan peningkatan industri digital yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Tercatat pertumbuhan peningkatan tahunan sebesar 20,7% dengan total pendapatan sebesar USD 5,6 miliar pada tahun 2016 (CAGR 2016-2021) dengan tingkat penetrasi belanja online mencapai 13,4% dan diperkirakan mencapai 21,2% pada 2021 (Statista, 2016). Tren digital ini mempengaruhi perilaku konsumen dalam bertransaksi sehingga mendorong pertumbuhan pasar e-commerce dalam negeri. Bonus demografi yang diperkirakan pada tahun 2020-2030 usia produktif (15-64 tahun) di Indonesia mencapai 180 juta orang tentunya menjadi tantangan sekaligus peluang dalam menyikapi era digitalisasi. Oleh karena itu, peran industri keuangan, perbankan, dan telekomunikasi sangat penting dalam menyongsong era digitalisasi.
Potensi yang terlihat oleh semakin maraknya perusahaan rintisan (start-up) sebagai peluang emas membuat peran industri keuangan menjadi krusial. Financial technology atau yang biasa disebut fintech sebagai disruptive innovation memang menciptakan pasar baru dengan inovasi, namun bisa merusak pasar konvensional. Namun, sebuah riset oleh Accenture mengungkapkan pasar fintech naik tiga kali lipat dari US$928 juta US$2,97 miliar dalam kurun waktu 2008 hingga 2013 dan terus meningkat pada 2018 yang diprediksi berkisar pada US$6-8 miliar. Data lainnya dari World Bank menyebutkan, pada 2014 penetrasi keuangan di Indonesia baru mencapai 35,8% dan fintech dinilai dapat mengambil peran dalam mengambil peranan penetrasi layanan keuangan yang senada dengan penetrasi broadband yang digalakkan pemerintah. Apapun yang menjadi fokus layanan fintech seperti penyedia layanan keuangan, alat pembayaran tagihan, hingga fokus pada bisnis mikro tetap yang menjadi benang merahnya adalah solusi teknologi inovatif dalam sistem keuangan.
Seiring dengan pertumbuhan bisnis e-commerce, dunia perbankan pun dituntut untuk bisa mengikuti tren transaksi digital termasuk dalam hal cashless payment, branchless banking, serta layanan perbankan keuangan berbasis internet lainnya. Data Bank Indonesia (2016) tercatat, total transaksi e-money tahun 2015 melonjak tajam ke angka Rp 5,2 triliun dari %p 4,3 triliun pada tahun 2014. Oleh karena itu, industry perbankan menjadi salah satu sektor bisnis yang dituntut untuk melakukan transformasi digital. Apabila tidak memanfaatkan teknologi secara maksimal, maka bank akan berisiko kehilangan 30% dari total nasabah (Accenture, 2015). Dukungan pemerintah dengan kebijakan strategis memegang peranan yang signifikan dalam mengembangkan ekosistem digital.
Digital ekonomi merupakan suatu hal yang menandakan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang, ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan bisnis atau transaksi perdagangan yag menggunakan internet sebagai medianya dalam berkomunikasi, kolaborasi antar perusahaan atau individu. Konsep digital eknomi pertama kali di perkenalkan oleh Tapscott (1998) yaitu sebuah sosiopolitik dan system ekonomi yang mempunyai karakteristik sebagai sebuah ruang intelijen, meliputi informasi, berbagai akses instrument informasi, kapasitas informasi dan pemrosesan infromasi. Komponen ekonomi digital yang berhasil diidentifiaksi pertama kali yaitu industry TIK, aktivitas e-commerce, distribusi digital barang dan jasa.
Adapun konsep digital menurut Zimmeman (2000) menurutnya konsep tersebut sering digunakan utuk menjelaskan dampa global teknologi informasi dan komunikasi, tidak hanya pada internet tetapi juga pada bidang ekonomi. Mejadi sebuah pandangan tentang interaksi antara perkembangan inovasi dan kemuajuan teknologi yang berdampak pada ekonomi makro maupun mikro. Sektor meliputi barang dan jasa saat pengembangan, produksi, penjualan atau suplainya tergantung kepada teknologi digital.
Selain itu pula pengertian digital ekonomi menurut PC Magaziine "The Impact of Information Technology On The Economy" yang memiliki arti lebih menonjolkan pada penerapan TIK pada bidang ekonomi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) terasa pada setiap aspek kehidupan masyarakat, karena komunikasi adalah salah satu kebutuhan yang sangat mendasar. Teknlogi internet mengembang dan menyatu dalam sebuha "dunia" atau "ruang maya" atau sebuah dunia tempat orang berkomunikasi melakukan berbagai aktivitas ekonomi/bisnis. Telah kita ketahuo bersama bahwa perkembanagn teknologi informasi yang begitu pesat serta menyentuh hampir setiap aspek kehidupan. Dan kelak tidak ada satu negara pun di dunia yang bisa menghindar dari keterkaitan dan keterlibatan teknologi informasi dalam kegiatan perekonomian. Hal ini dibuktikan bahwa dari beberapa negara telah menempatkan sektor teknologi informasi sebagai motor penggerak pembangunan yang sangat penting.
Foto: detikINET/Achmad Rouzni Noor Ii
Foto: detikINET/Achmad Rouzni Noor Ii
Jakarta - Indonesia telah menjadi salah satu negara berkembang dengan peningkatan industri digital yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir ini, termasuk tren penggunaan perangkat digital.
Hal ini tentu berpengaruh besar pada kehidupan masyarakat. Hal ini tak hanya ditandai dengan meningkatnya kepemilikan perangkat seperti smartphone (43%), laptop dan komputer (15%), namun juga jenis perangkat digital lainnya yang semakin bervariasi di masyarakat.
Misalnya, perangkat tablet (4%), streaming TV (1%), e-reader (1%), hingga perangkat wearable (1%) yang kehadirannya mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat Indonesia (We Are Social, 2016).
Tren digital ini juga mempengaruhi perilaku konsumen dalam bertransaksi dan dengan demikian mendorong pertumbuhan pasar e-commerce dalam negeri.
Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan peningkatan tahunan sebesar 20,7% dengan total pendapatan sebesar USD 5,6 miliar pada 2016 (CAGR 2016-2021). Dengan tingkat penetrasi belanja online mencapai 13,4% dan diperkirakan akan meningkat ke angka 21,2% pada 2021 (Statista, 2016).
Seiring dengan pertumbuhan bisnis e-commerce, dunia perbankan pun dituntut untuk bisa mengikuti tren transaksi digital, termasuk dalam hal cashless payment, branchless banking, sampai dengan hadirnya sektor baru di industri dalam bentuk e-commuting, fintech, serta layanan perbankan keuangan berbasis internet yang jumlahnya semakin meningkat di Indonesia.
Menurut data Bank Indonesia (2016), total transaksi e-money saja pada tahun 2015 melonjak tajam ke angka Rp 5,2 triliun dari Rp 4,3 triliun pada tahun 2014.
Oleh karena itu, industri perbankan menjadi salah satu sektor bisnis yang dituntut untuk melakukan transformasi digital untuk tetap berhasil dalam persaingan yang ketat guna memenuhi perilaku konsumen yang sudah berubah ke arah digital.
Menurut Accenture (2015), perbankan Indonesia bahkan berisiko kehilangan 30% dari total nasabahnya apabila tidak memanfaatkan teknologi secara maksimal dengan segera.
Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Seiring perkembangan teknologi, generasi milenial menuntut segala sesuatu bisa dilakukan dengan cepat, mudah dan praktis. Industri perbankan menjawab kebutuhan tersebut dengan meluncurkan layanan perbankan digital.
Saat ini, hampir setiap bank menawarkan layanan perbankan digital seperti Jenius keluaran PT Bank Tabungan Pensiun Negara Tbk (BTPN), digibank by DBS (PT Bank DBS Indonesia), PermataMobile X (PT Bank Permata Tbk), GoMobile by CIMB Niaga, Mandiri Mobile (PT Bank Mandiri Tbk), BNI Mobile (PT Bank Negara Indonesia Tbk), dan banyak lagi. Dengan layanan tersebut, nasabah bisa menikmati layanan perbankan dengan lebih mudah, tanpa harus ke bank.
Pada prinsipnya, layanan perbankan digital hampir sama dengan layanan perbankan nondigital. Hanya saja, nasabah bisa lebih mudah mengakses layanan karena bisa melalui aplikasi telepon pintar (smartphone).
Sumber:
https://www.kompasiana.com/kelompok5top/5a0272ae9b1e67146d033532/masa-depan-industri-keuangan-perbankan-di-era-digital-ekonomi?page=all -http://ika.unpad.ac.id/masa-depan-industri-keuangan-perbankan-dan-telekomunikasi-di-era-digital-ekonomi-2018/ - https://www.kompasiana.com/dwinaramadhani/5a031b71a4b06844760944f5/masa-depan-industri-keuangan-dan-perbankan-di-era-digital-economy?page=all -https://m.detik.com/inet/business/d-3345441/peran-penting-teknologi-bagi-masa-depan-perbankan -https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20180914193500-83-330353/cermat-pilih-layanan-perbankan-digital-ala-generasi-millenial
Artikel tentang keuangan: Masa depan industri keuangan perbankan di era digital ekonomi
Digital economy merupakan suatu perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang menggunakan teknologi digital atau internet sebagai medianya dalam berbagi kegiatan baik berkomunikasi, kolaborasi, maupun bekerjasama antar perusahaan ataupun individu yang dapat mendatangkan profit dalam perekonomian.Kegiatan tersebut dapat meliputi berbagai area yang luas, termasuk untuk jasa bisnis perbankan. Dengan keberadaan digital ekonomi akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing produk dan jasa, baik di level mikro maupun makro.
Pertumbuhan era ekonomi digital bisa dibilang sangat cepat. Semua transaksi akan menggunakan basis teknologi, dan semakin banyaknya variasi model bisnis ekonomi digital yang berkembang untuk mendorong terciptanya pembagian ekonomi diantara pelaku bisnis. Perbankan pun bergerak maju dan berkolaborasi untuk meningkatkan sistem dan strategi agar masyarakat dapat membuktikan serta merasakan bahwa bertransaksi dengan bantuan teknologi itu mudah.Sehingga persaingan antar bank dan institusi keuangan sudah memasuki babak baru dalam teknologi aplikasi yang merupakan Implikasi perkembangan bisnis perbankan terhadap era digital economy.
Teknologi aplikasi dalam perbankan dinamakan dengan digital banking yang merupakan layanan perbankan dengan memanfaatkan teknologi digital untuk memenuhi kebutuhan nasabah demi mewujudkan ekonomi digital seperti yang dicita-citakan.Digital banking yang telah berkembang sampai saat ini yaitu seperti ATM, internet banking, mobile banking, video banking, phone banking, dan SMS banking.Beberapa bank juga telah meluncurkan layanan keuangan tanpa kantor (branchless banking) sesuai dengan kebijakan OJK yang utamanya ditujukan untuk masyarakat yang belum memiliki akses ke perbankan.
Namun, sampai saat ini di Indonesia masih ada berbagai hambatan yang membuat perkembangan digital ekonomi terhambat, diantaranya kurangnya infrastruktur jaringan yang kurang luas sehingga belum dapat diakses semua orang. Hambatan kedua ialah kurangnya minat masyarakat Indonesia yang melakukan kegiatan ekonomi digita. Baru sekitar 35 % masyarakat Indonesia yang melakukan transaksi digital keuangan. Ketiga, kontribusi bisnis di sektor digital masih minim terdahap Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk mengatasi hal tersebut ada 5 langkah yang bisa di tempuh untuk mengembangkan digital ekonomi Indonesia. Pertama, pengalaman konsumen, yakni perusahaan-perusahaan digital harus memberikan kesan terbaik kepada konsumen dalam menggunakan jasanya.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan peningkatan industri digital yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Tercatat pertumbuhan peningkatan tahunan sebesar 20,7% dengan total pendapatan sebesar USD 5,6 miliar pada tahun 2016 (CAGR 2016-2021) dengan tingkat penetrasi belanja online mencapai 13,4% dan diperkirakan mencapai 21,2% pada 2021 (Statista, 2016). Tren digital ini mempengaruhi perilaku konsumen dalam bertransaksi sehingga mendorong pertumbuhan pasar e-commerce dalam negeri. Bonus demografi yang diperkirakan pada tahun 2020-2030 usia produktif (15-64 tahun) di Indonesia mencapai 180 juta orang tentunya menjadi tantangan sekaligus peluang dalam menyikapi era digitalisasi. Oleh karena itu, peran industri keuangan, perbankan, dan telekomunikasi sangat penting dalam menyongsong era digitalisasi.
Potensi yang terlihat oleh semakin maraknya perusahaan rintisan (start-up) sebagai peluang emas membuat peran industri keuangan menjadi krusial. Financial technology atau yang biasa disebut fintech sebagai disruptive innovation memang menciptakan pasar baru dengan inovasi, namun bisa merusak pasar konvensional. Namun, sebuah riset oleh Accenture mengungkapkan pasar fintech naik tiga kali lipat dari US$928 juta US$2,97 miliar dalam kurun waktu 2008 hingga 2013 dan terus meningkat pada 2018 yang diprediksi berkisar pada US$6-8 miliar. Data lainnya dari World Bank menyebutkan, pada 2014 penetrasi keuangan di Indonesia baru mencapai 35,8% dan fintech dinilai dapat mengambil peran dalam mengambil peranan penetrasi layanan keuangan yang senada dengan penetrasi broadband yang digalakkan pemerintah. Apapun yang menjadi fokus layanan fintech seperti penyedia layanan keuangan, alat pembayaran tagihan, hingga fokus pada bisnis mikro tetap yang menjadi benang merahnya adalah solusi teknologi inovatif dalam sistem keuangan.
Seiring dengan pertumbuhan bisnis e-commerce, dunia perbankan pun dituntut untuk bisa mengikuti tren transaksi digital termasuk dalam hal cashless payment, branchless banking, serta layanan perbankan keuangan berbasis internet lainnya. Data Bank Indonesia (2016) tercatat, total transaksi e-money tahun 2015 melonjak tajam ke angka Rp 5,2 triliun dari %p 4,3 triliun pada tahun 2014. Oleh karena itu, industry perbankan menjadi salah satu sektor bisnis yang dituntut untuk melakukan transformasi digital. Apabila tidak memanfaatkan teknologi secara maksimal, maka bank akan berisiko kehilangan 30% dari total nasabah (Accenture, 2015). Dukungan pemerintah dengan kebijakan strategis memegang peranan yang signifikan dalam mengembangkan ekosistem digital.
Digital ekonomi merupakan suatu hal yang menandakan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang, ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan bisnis atau transaksi perdagangan yag menggunakan internet sebagai medianya dalam berkomunikasi, kolaborasi antar perusahaan atau individu. Konsep digital eknomi pertama kali di perkenalkan oleh Tapscott (1998) yaitu sebuah sosiopolitik dan system ekonomi yang mempunyai karakteristik sebagai sebuah ruang intelijen, meliputi informasi, berbagai akses instrument informasi, kapasitas informasi dan pemrosesan infromasi. Komponen ekonomi digital yang berhasil diidentifiaksi pertama kali yaitu industry TIK, aktivitas e-commerce, distribusi digital barang dan jasa.
Adapun konsep digital menurut Zimmeman (2000) menurutnya konsep tersebut sering digunakan utuk menjelaskan dampa global teknologi informasi dan komunikasi, tidak hanya pada internet tetapi juga pada bidang ekonomi. Mejadi sebuah pandangan tentang interaksi antara perkembangan inovasi dan kemuajuan teknologi yang berdampak pada ekonomi makro maupun mikro. Sektor meliputi barang dan jasa saat pengembangan, produksi, penjualan atau suplainya tergantung kepada teknologi digital.
Selain itu pula pengertian digital ekonomi menurut PC Magaziine "The Impact of Information Technology On The Economy" yang memiliki arti lebih menonjolkan pada penerapan TIK pada bidang ekonomi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) terasa pada setiap aspek kehidupan masyarakat, karena komunikasi adalah salah satu kebutuhan yang sangat mendasar. Teknlogi internet mengembang dan menyatu dalam sebuha "dunia" atau "ruang maya" atau sebuah dunia tempat orang berkomunikasi melakukan berbagai aktivitas ekonomi/bisnis. Telah kita ketahuo bersama bahwa perkembanagn teknologi informasi yang begitu pesat serta menyentuh hampir setiap aspek kehidupan. Dan kelak tidak ada satu negara pun di dunia yang bisa menghindar dari keterkaitan dan keterlibatan teknologi informasi dalam kegiatan perekonomian. Hal ini dibuktikan bahwa dari beberapa negara telah menempatkan sektor teknologi informasi sebagai motor penggerak pembangunan yang sangat penting.
Foto: detikINET/Achmad Rouzni Noor Ii
Foto: detikINET/Achmad Rouzni Noor Ii
Jakarta - Indonesia telah menjadi salah satu negara berkembang dengan peningkatan industri digital yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir ini, termasuk tren penggunaan perangkat digital.
Hal ini tentu berpengaruh besar pada kehidupan masyarakat. Hal ini tak hanya ditandai dengan meningkatnya kepemilikan perangkat seperti smartphone (43%), laptop dan komputer (15%), namun juga jenis perangkat digital lainnya yang semakin bervariasi di masyarakat.
Misalnya, perangkat tablet (4%), streaming TV (1%), e-reader (1%), hingga perangkat wearable (1%) yang kehadirannya mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat Indonesia (We Are Social, 2016).
Tren digital ini juga mempengaruhi perilaku konsumen dalam bertransaksi dan dengan demikian mendorong pertumbuhan pasar e-commerce dalam negeri.
Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan peningkatan tahunan sebesar 20,7% dengan total pendapatan sebesar USD 5,6 miliar pada 2016 (CAGR 2016-2021). Dengan tingkat penetrasi belanja online mencapai 13,4% dan diperkirakan akan meningkat ke angka 21,2% pada 2021 (Statista, 2016).
Seiring dengan pertumbuhan bisnis e-commerce, dunia perbankan pun dituntut untuk bisa mengikuti tren transaksi digital, termasuk dalam hal cashless payment, branchless banking, sampai dengan hadirnya sektor baru di industri dalam bentuk e-commuting, fintech, serta layanan perbankan keuangan berbasis internet yang jumlahnya semakin meningkat di Indonesia.
Menurut data Bank Indonesia (2016), total transaksi e-money saja pada tahun 2015 melonjak tajam ke angka Rp 5,2 triliun dari Rp 4,3 triliun pada tahun 2014.
Oleh karena itu, industri perbankan menjadi salah satu sektor bisnis yang dituntut untuk melakukan transformasi digital untuk tetap berhasil dalam persaingan yang ketat guna memenuhi perilaku konsumen yang sudah berubah ke arah digital.
Menurut Accenture (2015), perbankan Indonesia bahkan berisiko kehilangan 30% dari total nasabahnya apabila tidak memanfaatkan teknologi secara maksimal dengan segera.
Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Seiring perkembangan teknologi, generasi milenial menuntut segala sesuatu bisa dilakukan dengan cepat, mudah dan praktis. Industri perbankan menjawab kebutuhan tersebut dengan meluncurkan layanan perbankan digital.
Saat ini, hampir setiap bank menawarkan layanan perbankan digital seperti Jenius keluaran PT Bank Tabungan Pensiun Negara Tbk (BTPN), digibank by DBS (PT Bank DBS Indonesia), PermataMobile X (PT Bank Permata Tbk), GoMobile by CIMB Niaga, Mandiri Mobile (PT Bank Mandiri Tbk), BNI Mobile (PT Bank Negara Indonesia Tbk), dan banyak lagi. Dengan layanan tersebut, nasabah bisa menikmati layanan perbankan dengan lebih mudah, tanpa harus ke bank.
Pada prinsipnya, layanan perbankan digital hampir sama dengan layanan perbankan nondigital. Hanya saja, nasabah bisa lebih mudah mengakses layanan karena bisa melalui aplikasi telepon pintar (smartphone).
Sumber:
https://www.kompasiana.com/kelompok5top/5a0272ae9b1e67146d033532/masa-depan-industri-keuangan-perbankan-di-era-digital-ekonomi?page=all -http://ika.unpad.ac.id/masa-depan-industri-keuangan-perbankan-dan-telekomunikasi-di-era-digital-ekonomi-2018/ - https://www.kompasiana.com/dwinaramadhani/5a031b71a4b06844760944f5/masa-depan-industri-keuangan-dan-perbankan-di-era-digital-economy?page=all -https://m.detik.com/inet/business/d-3345441/peran-penting-teknologi-bagi-masa-depan-perbankan -https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20180914193500-83-330353/cermat-pilih-layanan-perbankan-digital-ala-generasi-millenial
Komentar
Posting Komentar